Indonesia berbagi pengalaman penanggulangan TBC di Markas Besar PBB

Bagikan Artikel

Indonesia Berbagi Pengalaman Penanggulangan TBC di Markas Besar PBB

 New York, 26 September 2018 – Pemimpin Dunia berkumpul di Markas Besar PBB pada Pertemuan Tingkat Tinggi untuk Tuberkulosis (High Level Meeting on Tuberculosis) dan sepakat untuk mengakhiri epidemi Tuberkulosis. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla; serta beranggotakan Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Puan Maharani; Menteri Kesehatan Republik Indonesia, Nila Farid Moeloek serta pejabat terkait.
Dalam Pertemuan tersebut Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menyampaikan tiga poin. Pertama, setiap negara harus menerapkan secara konkret strategi nasionalnya masing-masing untuk mengakhiri tuberkulosis. Pemerintah menargetkan dapat menghilangkan tuberkulosis pada 2030 dan mencapai Indonesia bebas tuberkulosis pada 2050. Kedua, harus ada upaya yang lebih terpadu untuk memperkuat kapasitas untuk deteksi dini kasus Tuberkulosis, khususnya kasus baru yang melibatkan galur yang resisten terhadap obat-obatan. Ketiga, harus ada akses yang lebih besar dan setara dengan layanan kesehatan berkualitas untuk masyarakat umum. Sebagai salah satu Negara dengan beban TBC tertinggi di dunia, upaya eliminasi di Indonesia akan menentukan keberhasilan upaya global mencapai target. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan untuk mengakhiri epidemi ini di tahun 2030.
    Pada tanggal 27 September 2018, Pemerintah Indonesia menyelenggarakan menyelenggarakan diskusi panel untuk membahas upaya regional dalam mendorong kolaborasi dan inovasi untuk mencapai target eliminasi TBC di 2030. Diskusi panel ini terlaksana atas kerjasama Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Sri Lanka, Pemerintah Maladewa, WHO South-East Asia Regional Office (SEARO), Stop TB Partnership global dan Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI). Acara ini dihadiri oleh pemangku kepentingan terkait dari Indonesia dan international dari berbagai sektor pemerintahan, swasta, mitra pembangunan internasional, organisasi masyarakat sipil, kelompok organisasi pasien, serta media.
Dalam sambutannya, Ketua Forum Stop TB Partnership Indonesia (FSTPI), Arifin Panigoro, menegaskan, “TBC membutuhkan kemitraan global dari seluruh sektor, baik pemerintah, akademisi, organisasi masyarakat dan industri, untuk memacu efektivitas dan mempercepat dampak. Kemitraan multi-sektor akan mendukung terjadinya inovasi dalam menemukan solusi. Komitmen politis juga sangat untuk memastikan layanan TBC berkualitas tersedia, dan dapat diakses oleh seluruh pasien.”
    Puan Maharani, Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, menyampaikan dalam pidato kuncinya, “Pemerintah Indonesia menyadari political will dan kepemimpinan menjadi kunci dalam beraksi. Di tingkat pembuatan kebijakan, TBC telah menjadi prioritas Presiden, dan tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). “Institusi apapun tidak dapat bekerja sendirian. Dalam upaya bersama untuk mengakhiri TB, kemitraan berkelanjutan antara pemangku kepentingan multi-sektor menjadi prioritas” tambahnya.
Dr. Lucica Ditiu, Direktur Eksekutif Stop TB Partnership global memoderatori diskusi yang dihadiri pemangku kepentingan internasional seperti Dr. Ali Naseer Mohamed, Perwakilan Tetap Republik Maldives untuk PBB; Jagat Prakash Nadda, Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Keluarga India; Dr. Poonam Khetrapal Singh, Direktur Regional WHO SEARO; Dr. Marijke Wijnroks, Global Fund; Vanessa Candeias, Kepala Kesehatan Global dan Inisiatif Sistem Pelayanan Kesehatan WEF; Jaak Peteers, Kepala Kesehatan Publik Global Johnson & Johnson; dan, Irene Koek, Wakil Asisten Administrator Biro Kesehatan Global USAID. Dalam pemangku kepentingan multi-sektor TBC, teknologi dan inovasi menjadi salah satu keahlian yang dimiliki sektor swasta. “Inovasi dan teknologi perlu dibuat terjangkau dan dapat diakses oleh semua orang, tidak hanya di daerah-daerah tertentu” tegas Jaak Peters.
    Selain sektor swasta, pentingnya memperluas jejaring dalam TBC juga disebutkan oleh panelis dari WEF, Vanessa Candeias. Ia memberikan contoh bahwa di World Economic Forum, platform yang mungkin tidak umum diasosiasikan dengan isu penyakit, TBC menjadi perhatian karena angka kematian yang dapat dicegah dan beban ekonomi luar biasa yang diakibatkan. “Kita harus terus mencari aktor-aktor yang ‘tidak lazim’, diluar jejaring kesehatan, yang dapat diajak berkolaborasi” ujarnya.

Berlangganan newsletter TBCIndonesia

Dapatkan update seputar Tuberkulosis di Indonesia

Artikel Lainnya