(Lombok, 04/06) – Indonesia merupakan salah satu negara dengan beban Tuberkulosis (TBC) dan Tuberkulosis Resistan Obat (TBC RO) nomor kedua di dunia setelah India. Global Report WHO tahun 2023, menunjukan estimasi kasus TBC sebanyak 1.060.000 per tahunnya, dan berrdasarkan data Global Tuberculosis Report 2021, Indonesia memiliki estimasi Tuberkulosis Resisten Obat (TBC RO) sebanyak 24.000 kasus.
TBC RO (Resistan Obat) atau TBC Kebal Obat adalah suatu keadaan seseorang terinfeksi oleh jenis kuman/bakteri TBC yaitu Mycobacterium tuberkulosis yang sama tetapi sudah kebal terhadap obat TBC lini 1. TBC RO tidak bisa diobati dengan obat TBC biasa, tetapi menggunakan kombinasi obat yang disebut Obat Anti Tuberkulosis (OAT) lini 2. Pengobatannya tentu lebih lama.
Pada tahun 2022, capaian indikator utama Program TBC seperti indikator pengobatan dan keberhasilan pengobatan pada TBC Resisten Obat (RO) masih dibawah target nasional. Data Sistem Informasi Tuberkulosis (SITB) per-November 2022 menunjukkan bahwa persentase pasien TBC RO yang ternotifikasi sebesar 46% (target 70%) dan pasien TBC RO yang memulai pengobatan (enrollment) sebesar 57% (target 93%). Sedangkan pada tahun 2023, capaian enrollment TBC RO angka keberhasilan pengobatannya jauh meningkat dibanding tahun sebelumnya, masing-masing 73% dan 55%. Sementara pada trimester pertama tahun 2024, enrollment TBC RO masih 53% dan angka keberhasilan 51%.
Sebagaimana tercantum dalam lampiran Peraturan Presiden No 67 tahun 2021 tentang Penanggulangan TBC, dan target dari Strategi Nasional Penanggulangan Tuberkulosis Tahun 2020 – 2024 yang kelima yaitu sebagai peningkatan peran serta komunitas, mitra, dan multisektor lainnya dalam eliminasi TBC, di antaranya dengan meningkatkan upaya pemberdayaan masyarakat untuk pencegahan dan pengendalian TBC, maka Kementerian Kesehatan RI melalui Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit menyelenggarakan Pertemuan Nasional Organisasi Penyintas Tuberkulosis Tahun 2024 di Lombok, Mataram Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), pada tanggal 4 – 7 Juni 2024.
Pertemuan yang bersumber dana hibah luar negeri dari Persatuan Emirat Arab ini bertujuan untuk melakukan evaluasi program, pembelajaran, dan peningkatan kapasitas Organisasi Penyintas Tuberkulosis dalam mendukung percepatan capaian program Tuberkulosis Nasional.
Organisasi Penyintas Tuberkulosis ini dikoordinir oleh POP TB Indonesia atau Perhimpunan Organisasi Pasien TB Indonesia yang didirikan pada tahun 2016 pada Pertemuan Lokakarya Peran Organisasi Pasien dalam Penanggulangan TB di Indonesia di Surabaya. Pada Tahun 2024 telah berdiri 26 Organisasi Penyintas Tuberkulosis di 21 Provinsi di Indonesia.
“Pada dasarnya, dalam mencapai eliminasi TBC, sektor kesehatan tidak dapat berjalan sendiri. Sehingga perlu kerjasama dan dorongan dari seluruh pihak dan lintas kementerian/lembaga,” ujar dr.Imran Pambudi, MPHM dalam sambutan saat membuka pertemuan, pada Selasa sore (4/6/2024).
Direktur Imran juga mengatakan kegiatan pertemuan yang sempat tertunda ini merupakan target dari strategi kelima dalam Penanggulangan Tuberkulosis antara lain yaitu terlaksananya kegiatan penyuluhan, penemuan/ penjangkauan kasus pendampingan minum obat, advokasi TBC, dan pemberian umpan balik pelayanan TBC yang didukung oleh masyarakat/organisasi masyarakat.
Tersusunnya kebijakan pemanfaatan Dana Desa untuk percepatan Eliminasi TBC. Dimana tahun 2024 sebanyak 80% desa mengalokasikan Dana Desa untuk intervensi percepatan Eliminasi TBC, dan pembinaan kader pembangunan kesehatan desa dari kabupaten/kota.
Pada peraturan Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi Nomor 7 Tahun 2023 tentang Rincian Prioritas Penggunaan Dana Desa, disebutkan Dana Desa dapat dipergunakan untuk kegiatan penanganan TBC yang meliputi dukungan kegiatan tracing kontak ODTBC, dukungan psikososial ODTBC, perlindungan dari tindakan diskriminasi bagi ODTBC maupun keluarganya, dukungan ekonomi bagi ODTBC kurang mampu (termasuk didalamnya seperti pelatihan keterampilan ekonomi).
Termasuk adanya dukungan biaya transportasi kader Desa untuk pengiriman sampel pemeriksaan terkait TBC bagi pasien kurang mampu, dan dukungan pemberian makanan tambahan (PMT) bergizi untuk pasien TBC kurang mampu di Desa yang sedang dalam proses pengobatan, serta rehabilitasi rumah pasien TBC yang kurang mampu untuk menjadi rumah sehat, misalkan agar sinar matahari masuk dengan upaya gentengisasi kaca/pemasangan glassblock).
“Perencanaan pembangunan dan penganggaran Dana Desa yang inklusif dan partisipatif di bidang kesehatan penting untuk melibatkan berbagai pihak, mulai dari kader kesehatan, komunitas masyarakat, penggiat isu kesehatan, sampai keterlibatan Puskesmas setempat dalam koordinasi berkelanjutan.”ujar Direktur Imran
Dikesempatannnya Direktur Imran juga memberikan apresiasi kepada Perhimpunan Organisasi Pasien TBC Indonesia (POP TB Indonesia) beserta Organisasi Penyintas Tuberkulosis (OPT) atas perannya dalam memberikan dukungan psikososial kepada pasien TBC RO selama menjalani pengobatan.
“Besar harapan saya, OPT yang telah ada dapat terus dipertahankan, memiliki rencana dan aksi kerja, serta semakin bertambah jumlahnya,” ujar Direktur Imran
Kemudian diharapkan juga oleh Direktur Imran melalui pertemuan ini peran organisasi di masing-masing wilayah akan semakin kuat dan bisa naik kelas. Sehingga setelah selesai dalam pertemuan ini hubungannya akan semakin baik, koordinasi semakin baik, dan pertukaran informasinya juga semakin lancar. (Adt)
Editor: Sarah Nadhila Rahma, Dinda Anisa Rakhmawulan, Farah Alphi Nabila